Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Proses Seleksinya

Disadur dan di edit seperlunya oleh : Hartarto Nainggolan-F5511647
Referensi : www.kemensos.go.id


Kartu Keluarga Sejahtera atau biasa disebut dengan KKS adalah salah satu program pemerintah dalam percepatan penanggulangan kemiskinan, hal ini tercantum pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 166 Tahun 2014. Pada awalnya program tersebut adalah hasil dari pengembangan program sebelumnya, yaitu dengan nama Kartu Perlindungan Sejahtera (KPS) yang telah dilaksanakan pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan kini program tersebut diubah secara bertahap menjadi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Fungsi KKS selain menjadi penanda masyarakat kurang mampu juga berfungsi sebagai kartu identitas untuk mendapatkan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS).

Program bantuan ini dilaksanakan selama pemerintahan Presiden Joko Widodo yang diberikan sebesar 25% dari total jumlah penduduk yang ada dengan status sosial ekonomi terrendah. Pengambilan data dalam program tersebut berdasarkan hasil pendataan dari program sebelumnya yaitu KPS, pada bulan Juli tahun 2013 . Jumlah tersebut berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) yang diolah oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dengan jumlah kisaran bantuan yang diberikan sebesar Rp. 200.000/keluarga/bulan.

Saat ini proses pemutakhiran data penerima KKS dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa. Hal tersebut berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 541/3150/SJ tanggal 17 Juni 2013. Pemutakhiran data adalah proses mengganti penerima yang dianggap tidak layak dengan keluarga yang dianggap layak untuk menerima program. Dalam proses pemutakhiran data, Ketua RT melakukan pendataan dan mencatat pada buku pemutakhiran data penerima bantuan, yang kemudian dilakukan penyeleksian oleh tim seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yakni pekerjaan, tanggungan, penghasilan, dan asset. Setelah pemutakhiran data dan musyawarah, kemudian dilakukan pengiriman hasil musyawarah (laporan penerima bantuan) ke kantor kecamatan. Permasalahan muncul setelah musyawarah dilakukan yaitu keputusan yang dihasilkan masih bersifat subjektif, sehingga kerap dijumpai di lapangan masyarakat yang tidak layak mendapat bantuan tetapi menerima bantuan.

Berdasarkan data arsip desa pada tahun 2015, jumlah warga yang menerima KKS sebanyak 216 kepala keluarga (daftar terlampir). Jumlah penerima bantuan tersebut dapatberubah apabila terjadi pertambahan atau pengurangan jumlah kepala keluarga. Mengingat banyaknya kriteria dan jumlah masyarakat yang akan menerima KKS maka tim seleksi akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyeleksian karena setiap calon penerima mempunyai nilai yang berbeda-beda pada tiap kriteria.

Untuk mengatasi permasalahan di atas maka diperlukan alat bantu yang tepat dalam mengambil keputusan, yaitu dengan adanya sistem sebagai sarana yang dapat membantu mendukung keputusan menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW). Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan suatu metode mencari penjumlahan terbobot dari rating nilai pada setiap alternatif pada semua kriteria yang ada dan dengan hasil pembobotan didapatkan alternatif yang mempunyai prioritas tertinggi.
Hasil dari proses penyeleksian yaitu berupa data rangking masyarakat yang layak mendapatkan bantuan, yang kemudian dijadikan sebagai alternatif pilihan dalam mengambil keputusan pada musyawarah desa. Dengan adanya sistem pendukung keputusan maka dapat membantu mempercepat proses pemutakhiran atau penyeleksian data dan pengambilan keputusan dalam menentukan masyarakat yang layak mendapatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Opmerkings